Yang Belia Yang Berkarya

Yang Belia Yang Berkarya
Berita dari Koran TEMPO, MInggu, 27 Jun 2010

Ratusan judul buku yang ditulis puluhan penulis cilik terserak di
pasar.meski memasuki masa liburan, bukan berarti Maghfira Meutia Dewi
alias Fira Meutia, 12 tahun, bisa berleha-le-ha. Selain sibuk memilih
sekolah lanjutan pertama yang akan dimasukinya, ia tengah
berkonsentrasi menuntaskan buku yang bercerita tentang perubahan
iklim.

"Buku tentang global warming sudah aku tulis 30 halaman," kata peraih
Internet Sehat Blog Award 2009 kategori Student Blog yang juga menjadi
con-nector (pembawa pesan perubahan iklim) The Climate Project
Indonesia itu saat ditemui di rumahnya, Vila Pamulang, Kamis lalu.

Sejak Mei lalu, kumpulan cerita pendek perdananya, Leontin Amery, yang
diterbitkan Mizan, mengisi rak-rak toko buku. Dua naskah lainnya,
Petualangan Asma di Dunia Maya dan kumpulan tulisannya di blog Mau
Tahu Keripik Setan atau Pesan Berantai?, masih menunggu kepastian dari
penerbit.

Di tempat lain, di salah satu sudut Kota Bandung, Maryam Muth-mainnah,
13 tahun, juga tak bisa sepenuhnya santai di masa libur panjang ini.
Finalis Olimpiade Matematika siswa SD tingkat nasional itu bertekad
menuntaskan novel keduanya. Novel pertama, Piza Pizi Veronica, yang
ditulis dalam tempo lebih dari setahun, diterbitkan Lingkar Pena, juga
pada Mei 2010.

Buku setebal 96 halaman itu bercerita tentang petualangan Veronica
Jean Holmes dengan makhluk luar angkasa. "Idenya dari game tentang
pizza," kata Muti, panggilan Maryam di rumah. Selain sanggup melahap
30 judul buku dalam sebulan, ia keranjingan bermain video game.

Untuk novel kedua, Muti meng-aku belum memiliki judul.Tapi isinya
berkisah tentang tokoh-tokoh matematika. Pelajaran matematika, yang
paling disukainya di sekolah, pernah mengantarnya sebagai finalis
Olimpiade Matematika siswa SD tingkat Jawa Barat. "Baru nulis sembilan
halaman, kok. Targetnya 40 halaman," kata anak baru gede kelahiran 28
September 1997 itu.

Tak cuma Fira dan Muti yang sudah menerbitkan karya tulis saat masih
duduk di bangku sekolah dasar. Sejak Abdurahman Faiz mempublikasikan
kumpulan puisinya, Untuk Bunda dan Dunia, yang fenomenal pada awal
2004, bermunculan penulis-penulis belia berbakat lainnya, seperti Sri
Izzati, Qur-rota Aini, Putri Salsa atau Caca, Arifia Sekar Seroja, dan
Ayunda Nisa Chaira atau Belia.

Saking banyaknya penulis cilik, penerbit Mizan sejak 2008
mem-prakaisai hajatan khusus bagi mereka. Tahun ini acara bertajuk
"Konferensi Penulis Cilik Indonesia" itu digelar di kantor Kementerian
Pendidikan Nasional pada 10 Juni lalu. Walau tahun ini tidak bertemu
dengan Presiden untuk memperkenalkan diri, seratusan anak peserta
konferensi itu cukup puas bertemu dengan Menteri Pendidikan M. Nuh dan
tujuh istri menteri, yang tergabung dalam Solidaritas Istri Kabinet
Indonesia Bersatu.

Saat berdiskusi, para penulis cilik itu bertanya soal dunia anak-anak,
tentang pajak, juga menyampaikan keinginan agar sekolah-sekolah
membuka pendaftaran khusus bagi penulis cilik. "Selama ini kan yang
dianggap berprestasi cu-ma dari olahraga dan kesenian," kata Manajer
Buku Anak dan Remaja Mizan Benny Rhamdani.

Penulis Tias Tatanka, yang mengikuti konferensi, menilai acara semacam
itu sangat bagus karena dapat membuka wawasan si anak. Bahwa anak-anak
itu tak sendiri menjalani profesi tersebut, tapi ada banyak anak yang
punya kemampuan serupa dengannya. "Di sana mereka bisa sharing soal
pengalaman menulis, sehingga menjadi bahan untuk memperbaiki diri,"
ujarnya.

Novelis Gol A Gong menyebutkan, booming penulis cilik antara lain
dimotori oleh anak-anak para penulis terkemuka. Seperti Faiz, putra
Helvy Tiana Rosa; Caca (Asma Nadia), Fira, yang merupakan putri
penyair dan novelis Dianing Widya Yudhistira; serta putrinya sendiri,
Belia.

Selain itu, banyak bermunculannya penulis cilik dimungkinkan berkat
prakarsa anak-anak muda kreatif dan inovatif yang bersedia menerbitkan
karya-karya anak. "Kalau di era saya kan penerbit cuma Gramedia.
Sekarang ada Mizan, yang menjadi pelopor penerbitan buku-buku karya
anak," kata Gol A Gong.

Kenapa karya penulis anak mendapat respons cukup baik? Karena gaya
bahasa dan idiom-idiom yang digunakan, kata dia, lebih "nyambung".
Berbeda dengan cerita anak yang ditulis orang dewasa. Selain gaya
bahasanya cenderung ketat mengikuti kaidah tata bahasa yang baik dan
benar, isinya cenderung menggurui.

Penulis novel Balada Si Roy, yang populer di ea 1980-an, itu mengaku
sempat mendengar ada kritik tehadap karya-karya penulis cilik
tersebut. Gaya bahasa mereka dianggap merusak kaidah ta-

ta bahasa Indonesia. "Kipi dia justru menilai yang dihasilkan
anak-anak itu sebagai hal lumrah akibat pengaruh bacaan dan akses
terhadap informasi melalui Internet Makanya ide ceritanya bisa lokal,
tapi penggunaan nama-nama tokohnya bagi sebagian orang dianggap tak
membumi. "Bagi saya, kecerdasan linguistik dan fantasi mereka itu aset
luar biasa," kata Gol A Gong.

Tias secara khusus mencermati proses kreatif para penulis cilik.
Menurut dia, ada tiga tipe penulis cilik, yakni para penulis murni,
yang hanya mendapat sentuhan tanda baca. Soal ide, struktur penu-
lisan, dan gaya bahasa seutuhnya milik mereka. Penulis yang didampingi
orang tua dalam proses penu-lisannya, lalu karya yang sudah se-lesai
dibawa ke penerbit, dan ada penulis yang hanya punya ide cerita. "Tapi
struktur cerita masih me-lompat-lompat, terus dibantu oleh editor di
penerbit," ujarnya.

Dianing mengaku tak pernah me-ngojok-ojok Fira mengikuti jejaknya. Ia
juga tak terlalu "ngopeni" tulisan putri sulungnya itu sebelum dikirim
ke penerbit. "Paling cuma mengoreksi penggunaan tanda baca," ujarnya.
Kegemaran Fira menulis cerita dan puisi, dia melanjutkan, sudah muncul
sejak kelas HI SD. Fira juga biasa mencuri-curi membaca naskah-naskah
cerita pendek atau novel yang ditulis Dianing sebelum dikirim ke media
massa atau penerbit. "Aku baca novel pertama bunda Sintren (2007),"
ujar Fira, yang bercita-cita kuliah di Paris.

Sebaliknya, Adiyati, ibunda Qur-rota Aini, mengaku turut mendampingi
proses penulisan karya putri keduanya itu. Selain penggunaan tanda
baca yang kurang tepat, alur cerita yang ditulis masih sering
lompat-lompat. "Tapi, setelah buku ketiga, saya hanya dipercaya Aini
sebagai pengirim naskah ke penerbit," ujarnya sambil tertawa. Aini,
yang pada 2004 dinobatkan Museum Rekor-Dunia Indonesia sebagai penulis
antologi cerpen termuda, hingga sekarang telah menerbitkan 10 buku.

Begitupun Dewi Yas Marina, ibunda Muti, yang tidak memiliki latar
belakang penulis. Ia banyakmembujuk putrinya yang kutu buku dan gemar
main game itu belajar menulis. Baru ketika menginjak kelas IV, pada
2008, Muti terlihat serius menulis cerita. Hasilnya, ya, Piza Pui
Veronica itu.

Kemampuan menulis Muti kemudian menular ke adiknya, Fatimah Husna,
yang masih duduk di kelasV SD. Petualangan Joana, yang ditulis
Fatimah, akan diterbitkan Lingkar Pena pada pertengahan Juli nanti.
Sang bunda pun ikut tertular. Dewi, mantan editor buku yang kini sibuk
berdagang kue brownies, ikut menyumbang tulisan dalam buku Business
Moms terbitan Gramedia, Mei lalu. Buku itu berisi kiat-kiat bisnis 15
ibu rumah tangga yang menjadi pengusaha.

sumaji i uraM asnun raummci

0 komentar:

Posting Komentar

Loves Teenlit Novel, Loves Writing, Fantasy Buff

Statistik Blog

About Me

Foto saya
Just an ordinary girl who loves writing so much. Horror buff but exactly fainthearted. Follow me if you wanna be a writer too!